Samarinda, VivaNusantara – Upaya menekan kasus Tuberkulosis (TBC) dan HIV di Samarinda kini memasuki tahap yang lebih serius. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Samarinda terus memperkuat deteksi dini dan menyiapkan aturan daerah guna memastikan penanganan TBC berjalan berkelanjutan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Samarinda, Nata Siswanto, menyebut bahwa penanganan TBC di Samarinda kini tidak hanya berfokus pada pengobatan, tetapi juga pada strategi pencegahan dan regulasi yang lebih kuat. Hal ini sejalan dengan prioritas nasional menuju eliminasi TBC tahun 2030.
Nata menyebut bahwa penanganan TBC di Samarinda kini tidak hanya berfokus pada pengobatan, tetapi juga pada strategi pencegahan dan regulasi yang lebih kuat.
“Indonesia saat ini menempati posisi kedua kasus TBC terbanyak di dunia setelah India. Karena itu, upaya deteksi dan pengobatan di Samarinda terus kami tingkatkan. Semakin tinggi angka deteksi, semakin banyak pula kasus yang ditemukan dan bisa segera diobati,” ujar Nata, Selasa (28/10/2025).
Ia menjelaskan, pengobatan TBC membutuhkan waktu minimal enam bulan, sehingga tingkat kejenuhan pasien sering kali tinggi. Banyak kasus yang tidak tuntas akibat lamanya proses pengobatan, sehingga diperlukan payung hukum berupa peraturan daerah (perda), untuk memastikan proses penanganan TBC berjalan maksimal dan berkelanjutan.
Langkah pencegahan yang ditempuh Dinas Kesehatan meliputi deteksi dini, pengobatan kontak erat melalui Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT), serta kerja sama lintas sektor. Dinkes menggandeng Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) untuk memperbaiki ventilasi rumah penderita TBC yang tidak layak. “Ventilasi yang buruk meningkatkan risiko penularan. Kita berupaya agar rumah penderita memiliki sirkulasi udara yang baik, minimal dari sisi kesehatan,” tambahnya.
Lanjut Nata, peningkatan jumlah kasus yang tercatat bukan berarti lonjakan penularan, melainkan hasil dari skrining masif yang dilakukan di seluruh puskesmas dan klinik swasta. Ia menegaskan bahwa tanpa deteksi dini, banyak kasus TBC yang tidak teridentifikasi. “Lebih baik kita menemukan banyak kasus, karena artinya lebih banyak yang bisa diobati. Kalau tidak ditemukan, justru berbahaya karena penularan terjadi tanpa disadari,” tutupnya.
Penulis: Ellysa
Editor: Lisa